Mata kuliah : Ekonomi Makro
Dosen :
Dr. Muh. Asyad, M.Si
LAPORAN EKONOMI MAKRO
“ KEMISKINAN”
DISUSUN
OLEH :
KELOMPOK
4
ANSYARI
MUHAMMAD
SYAFRIADI
NAMRI
SUPIATI
MUHAMMAD
AMRI
PROGRAM
STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS
PERTANIAN, PETERNAKAN DAN PERIKANAN
2015
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang
telah memberikan rahmat dan hidayahnya selama berlangsungnya Praktek Lapang
“Ekonomi Makro” hingga tersusunnya laporan.
Laporan ini dibuat sebagai salah satu syarat dalam mata
kuliah Ekonomi Makro. Laporan ini dapat tersusun dengan baik setelah praktek
lapang berakhir. Oleh karenanya, pada kesempatan ini saya mengucapkan terima
kasih pada semua pihak yang telah membantu hingga tersusunnya laporan ini,
khususnya kepada teman-teman.
Penyusun sangat menyadari bahwa laporan Ekonomi Makro ini
masih jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, saran maupun kritik yang sifatnya
membangun kami akan terima dengan segala kerendahan hati.
Akhirnya penyusun berharap kiranya laporan ini dapat
bermanfaat bagi yang menggunakan.
Parepare,
31 Desember 2015
Penyusun,
Kelompok
4
DAFTAR ISI
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Saat ini,
kemiskinan adalah masalah yang sangat sulit diatasi apalagi bagi negara berkembang.
Kemiskinan menjadi momok dan kata yang sangat menakutkan karena semua orang
pasti tidak mau menjadi miskin. hal itu berawal dari dua sebab, yaitu diri
sendiri dan orang lain. Pertama, kurangnya kemampuan individu untuk
mengembangkan kemampuan dirinya sendiri memperoeh kehidupan yang lebih baik.
Kedua, kelicikan orang yang berpangkat merampas harta yang bukan miliknya alias
korupsi.
Negara
Indonesia merupakan negara agraris, akan tetapi perekonomian
masih rendah di Indonesia terutama di desa, itu
semua menyebabkan kemiskinan. Kemiskinan disebabkan pekerjaan
masyarakat yang tidak menentu. Kebanyakan masyarakat desa bekerja sebagai buruh
dan petani dengan pendapatan yang rendah. Masyarakat petani
tergolong masyarakat miskin karena masyarakat petani tersebut mempunyai banyak
keterbatasan salah satunya yaitu, pengetahuan dan teknologi.
Masalah
kemiskinan di Indonesia masih merupakan hal yang perlu memperoleh perhatian.
Jumlah orang yang hidup dibawah garis kemiskinan nasional masih signifikan. Dicatat
bahwa pada tahun 1985 Indonesia menduduki peringkat negara termiskin di dunia.
Pada tahun 1966 Pendapatan Nasional Brutonya hanya US$50,- per kapita per
tahun; sekitar 60 persen orang Indonesia dewasa tidak dapat membaca dan
menulis; dan mencapai 65 persen penduduk negara tersebut hidup dibawah garis
kemiskinan (Tambunan, 2006).
Kemiskinan
salah satu penghalang kesejahteraan hidup masyarakat desa, untuk itu masyarkat
desa harus bekerja sama untuk meningkatkan pembangunan perekonomian dan
pemerintah harus peka terhadap masalah kemiskinan yang masih terjadi di dalam
masyarakat.
Perlu Kita
ketahui juga bahwa Kabupaten Bantaeng adalah salah satu dari Kabupaten yang
tingkat kemiskinan dan pengganggurannya banyak. Berkat masyarakatnya yang ikut
serta dan berpartisipasi dalam berubahan di Bantaeng sehingga kata kemiskinan
sudah jauh sekaligus berkurang di Kabupaten itu. Adanya perubahan itu tidak
terlepas dari tugas beserta kerja dari pemerintahannya yaitu Bupati Prof. Dr.
Ir. H. Muh. Nurdin Abdullah, M.Agr yang telah merubah kota Bantaeng dari
ketertinggalan. Bahkan kebanyakan masyarakat ingin jikalau Bapak Bupati Prof.
Dr. Ir. H. Muh. Nurdin Abdullah, M.Agr menjabat samapai seumur hidup.
1.2
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana keadaan umum lokasi Kabupaten
Bantaeng?
2.
Bagaimana deskripsi kebijakan dalam
kemiskinan?
3.
Apa masalah strategis ?
4.
Bagaimana staregi kebijakan ?
1.3 Tujuan
1.
Untuk mengetahui lokasi Kabupaten
Bantaeng.
2.
Untuk mengetahui deskripsi kebijakan dalam
kemiskinan.
3.
Untuk mengetahui masalah strategis
Kemiskinan.
4.
Untuk mengetahui staregi kebijakan Kemiskinan.
BAB II
KEADAAN
UMUM LOKASI
Kabupaten Bantaeng
terletak dibagian selatan Provinsi Sulawesi Selatan dengan jarak kira-kira 120
km dari Kota Makassar ibu kota Provinsi Sulawesi Selatan. Secara geografis
Kabupaten Bantaeng terletak pada 05-º21’15” LS sampai 05º34’3” LS dan
119º51’07” BT sampai 120º51’07”BT. Membentang antara Laut Flores dan Gunung
Lompo Battang, dengan ketinggian dari permukaan laut 0 sampai ketinggian lebih
dari 100 m dengan panjang pantai 21,5 km. Secara umum luas wilayah Kabupaten
Bantaeng adalah 395,83 km2
Kabupaten Bantaeng mempunyai batas-batas
sebagai berikut :
1.
Sebelah Utara berbatasan dengan
Pegunungan Lompo Battang Kabupaten Gowa dan Kabupaten Sinjai.
2.
Sebelah Timur berbatasan dengan
Kabupaten Bulukumba
3.
Sebelah Selatan berbatasan dengan Laut
Flores
4.
Sebelah Barat berbatasan dengan
Kabupaten Jeneponto
Secara
administrasi, Kabupaten Bantaeng terdiri dari 8 kecamatan dengan 67
kelurahan/desa. Secara geografis, Kabupaten Bantaeng terdiri dari 3 kecamatan
tepi pantai (Kecamatan Bissappu, Bantaeng dan Pa’jukukang), dan 5 kecamatan
bukan pantai (Kecamatan Uluere, Sinoa, Gantarangkeke, Tompobulu dan Eremerasa).
Dengan perincian 17 desa/kelurahan pantai dan 50 desa/kelurahan bukan pantai.
Kabupaten
Bantaeng tergolong iklim tropis basah dengan curah hujan tahunan ratarata
setiap bulan 490,17 mm dengan jumlah hari hujan berkisar 426 hari per tahun.
Temperatur udara rata - rata 23’C sampai 33'C Dengan dua musim dan perubahan
iklim setia tahunnya yang sangat spesifik karena merupakan daerah peralihan
Iklim Barat (Sektor Barat) dan Iklim Timur (Sektor Timur) dari wilayah Sulawesi
Selatan :
·
Oktober – Maret, intensitas hujan rendah
tetapi merata.
·
April – Juli, intensitas hujan tinggi
terutama Juni – Juli.
·
Kemarau yang ekstrim hanya periode
Agustus – September.
Pada
saat sektor barat musim hujan yaitu antara bulan Oktober s/d Maret, Kabupaten
Bantaeng juga mendapatkan hujan dan pada musim timur yang berlangsung antara
April s/d September, Kabupaten Bantaeng juga mendapat hujan. Akibat dari
pengaruh dua iklim ini, maka sebagian besar wilayah Bantaeng mendapat curah
hujan merata sepanjang tahun. Sifat hujan pada musim barat curah hujannya
relatif rendah, tetapi hari hujannya agak panjang, sedangkan sifat hujan sektor
timur curah hujannya lebih deras tetapi hari hujannya relatif pendek.
Dengan
wilayah yang bergunung dan berbukit, Kabupaten Bantaeng dilalui oleh 11 buah
sungai sedang dan kecil yang kesemuanya berhulu dan bermuara di Kabupaten
Bantaeng dengan panjang sungai keseluruhan 187,05 km atau dengan rata-rata
panjang sungai 17 km.
Selain
berfungsi sebagai pengendali banjir, irigasi dan drainase, Daerah Aliran Sungai
(DAS) ini penting karena merupakan kawasan budidaya sekaligus merupakan
Catchment Area dari mata air Eremerasa yang merupakan salah satu asset
kebanggaan masyarakat Bantaeng yang selama ini menjadi objek wisata permandian
alam dan sudah dilengkapi dengan kolam renang dan sarana lainnya. Sumber mata
air ini juga menjadi sumber air bersih PDAM untuk kebutuhan Kota Bantaeng dan
perusahaan air mineral merk Vita, Aquadaeng dan Air Qita.
Dari
beberapa sungai yang ada, 3 (tiga) diantaranya mengalir melintasi kota Bantaeng
yaitu :
1. Sungai
Biangloe mempunyai sumber mata air dari gunung Lompobattang mengalir menyusuri
Desa Kampala dan Desa Barua yang bermuara ke laut Flores. Debit air sungai
Biangloe pada kondisi musim kemarau berkisar antara 2,5-4 m3 per
detik dan pada saat kondisi normal biasanya mencapai 15-20 m3 per
detik. Sungai Biangloe telah dimanfaatkan sebagai irigasi dan sumber air baku
dengan debit sebesar 20 l/dtk.
2. Sungai
Calendu mempunyai mata air dari gunung Lompobattang mengalir melewati pusat
kota dan bermuara di laut Flores. Kapasitas debit air pada kondisi normal
berkisar antara 1-3 m3 per detik dan pada saat musim hujan mencapai 7-10
m3 per detik. Pada saat ini sungai Celendu dimanfaatkan sebagai
irigasi desa.
3. Sungai
Garegea yang mempunyai mata air dari gunung Lompobattang mengalir melewati
pusat dan bermuara di laut Flores. Kapasitas debit air pada kondisi normal
berkisar antara 1-2 m3 per detik dan pada saat musim hujan bisa
mencapai 4-6 m3 per detik. Pada saat ini, sungai sungai Garegea
belum dimanfaatkan.
BAB III
DESKRIPSI
KEBIJAKAN DALAM PERSOALAN KEMISKINAN
Pembangunan secara umum memang ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan
warga, artinya strategi pembangunan bertujuan langsung dan tidak langsung untuk
mengurangi kemiskinan. Demikian halnya visi dan misi presiden, termasuk kepala
pemerintah daerah, akan selalu menekankan pada Penanggulangan Kemiskinan (PK),
bahkan menjadi salah satu prioritas dalam pembangunan. Namun karena sifat
kemiskinan yang multidimensi dan banyak kendala strukturalnya, maka melalui
pembangunan semata tidak cukup memadai. Masih diperlukan intervensi yang lebih
khusus lagi dan bersifat langsung agar hambatan dalam meningkatkan
kesejahteraan si miskin dapat diatasi dan agar mereka bisa keluar dari
kemiskinannya. Tindakan inilah yang disebut affirmative action.
Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD) Kabupaten Bantaeng
sebagai suatu dokumen strategis juga memiliki rencana aksi, oleh karena itu
mempertegas komitmen pemerintah daerah dalam penanggulangan kemiskinan. SPKD
juga mengkoordinasi seluruh komponen masyarakat untuk memperteguh gerakan
penanggulangan kemiskinan. Tindakan afirmatif ini penting mengingat posisi si
miskin dalam ketidakberdayaan, tersisihkan dan rentan. Tanpa tindakan nyata
yang demikian maka penanggulangan kemiskinan hanyalah sia-sia, tidak
memungkinkan terjadinya transformasi sosial seperti selama ini.
SPKD menjadi acuan semua aktor pembangunan di daerah, baik pemerintah,
swasta (asing) dan masyarakat, dalam aksi gerakan penanggulangan kemiskinan.
Secara teknokratis, substansi SPKD mewarnai seluruh aspek perencanaan dan
penganggaran pembangunan daerah. Bila kebijakan dan program pembangunan
diperkirakan berdampak buruk terhadap status si miskin, maka hal tersebut perlu
dipertimbangkan kelanjutannya, sekalipun secara ekonomis mungkin mendorong
pertumbuhan. Dalam proses mainstreaming ini diperlukan suatu kajian kebijakan
dan program di daerah dan untuk itu memerlukan perangkat seperti data
kemiskinan dengan perspektif lokal, pro-poor planning and budgeting (gender),
targeting and delivery system, yang sangat memerlukan koordinasi dan
kepemimpinan yang kuat dan demokratis.
SPKD adalah dokumen acuan bersama mengenai langkah-langkah strategis yang
mampu dilaksanakan oleh pemerin-tah, swasta, dan masyarakat di daerah
untuk mengatasi persoalan kemiskinan sesuai dengan kewenangan, sum-berdaya, dan
semangat kebersamaan yang diwujudkan melalui proses yang partisipatif,
akuntabel, dan didasarkan pada informasi yang realistis.
Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD) adalah dokumen strategi
penanggulangan kemiskinan daerah yang selanjutnya digunakan sebagai rancangan
kebijakan pembangunan daerah di bidang penanggulangan kemiskinan dalam proses
penyusunan RPJMD. Dalam perencanaan dan implementasinya, SPKD terintegrasi
dalam RPJMD sehingga dalam mekanisme penentuan besaran target angka kemiskinan
SPKD dan RPJMD memiliki besaran target yang sama.
Bila SPKD tidak menjadi mainstream, maka dikhawatirkan Penanggulangan
Kemiskinan hanya akan merupakan agenda sektoral dan juga seringkali tidak
menjadi pertimbangan dalam pengambilan kebijakan yang justru menurunkan status
si dan kaum miskin atau makin memperluas kemiskinan. Misalnya kebijakan harga
BBM yang kemudian meningkatkan jumlah kaum miskin, jelas ini kebijakan yang
tidak pro-poor.
Dokumen SPKD yang baik minimal memenuhi Syarat dan Ketentuan Prinsip dan
Nilai yang dianut. Prinsip dan nilai yang dianut ini harus tergambar dan Tujuan
dan proses perumusan konsep SPKD.
1. Prinsip
– prinsip yang berkenaan dengan Tujuan
a.
Kesamaan hak dan
tanpa pembedaan. Penanggulangan kemiskinan menjamin adanya kesamaan hak tanpa
membedakan atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status
sosial, status ekonomi, jenis kelamin, usia, bahasa, keyakinan politik dan
kemampuan berbeda.
b.
Manfaat Bersama.
Penanggulangan kemiskinan harus memberikan manfaat bagi semua pihak, terutama
bagi masyarakat miskin laki-laki dan perempuan.
c.
Tepat sasaran
dan adil. Penanggulangan kemiskinan harus menjamin ketepatan sasaran dan
berkeadilan.
d.
Kemandirian.
Penanggulangan kemiskinan harus menjamin peningkatan kemandirian masyarakat
miskin, bukan justru meningkatkan ketergantungannya pada pihak lain, termasuk
pemerintah.
2. Prinsip
– prinsip yang berkenaan dengan Proses.
a.
Kebersaamaan.
Penanggulangan kemiskinan menjadi tanggung jawab bersama, dilakukan dengan
keterlibatan aktif semua pihak, baik pemerintah, swasta maupun masyarakat,
termasuk orang miskin baik laki-laki maupun perempuan.
b.
Transparansi.
Penanggulangan kemiskinan menekankan asas keterbukaan bagi semua pihak melalui
pelayanan dan penyediaan informasi bagi semua pihak termasuk masyarakat miskin.
c.
Akuntabilitas.
Adanya proses dan mekanisme pertanggungjawaban atas kemajuan, hambatan,
capaian, hasil dan manfaat baik dari sudut pandang pemerintah dan apa yang
dialami oleh masyarakat, terutama masyarakat miskin, laki-laki dan perempuan,
kepada parlemen dan rakyat.
d.
Keterwakilan.
Adanya keterwakilan kelompok-kelompok yang berkepentingan dalam perencanaan,
pelaksanaan, monitoring dan evaluasi dari penanggulangan kemiskinan dengan
mempertimbangkan keterwakilan kelompok minoritas dan kelompok rentan.
e.
Keberlanjutan.
Penanggulangan kemiskinan harus menjamin pelaksanaan prinsip-prinsip
pembangunan yang berkelanjutan.
f.
Kemitraan.
Adanya kemitraan yang setara dan saling menguntungkan antar pelaku dalam
penanggulangan kemiskinan.
g.
Keterpaduan.
Adanya sinergi dan keterkaitan yang terpadu antar pelaku dalam penanggulangan
kemiskinan.
Efektifitas implementasi SPKD sangat ditentukan kualitas dan keseriusan
pelaksananya, sebaik apapun dan selengkap apapun SPKD tidak akan berarti apa –
apa jika pelaksananya tidak serius dan tidak memiliki waktu yang luang dalam
mengawal pelaksanaan rumusan SPKD. Pelaksana SPKD adalah sebuah tim kyang
dikoordinir langsung oleh wakil Bupati dengan anggota – anggota adalah para
kepala SKPD. Tim ini bernama Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah
(TKPKD).
TKPK merupakan penjelmaan dari lembaga yang sebelumnya bernama Komite
Penanggulangan Kemiskinan (KPK), yang sebelumnya juga bernama Badan Koordinasi
Penanggulangan Kemiskinan (BKPK). Dari sisi nama, implikasinya luas secara
kelembagaan. Bila awalnya TKPK merupakan suatu badan yang setingkat menteri dan
langsung di bawah presiden, kemudian ia menjadi komite dan dikoordinasi salah
satu Menteri Koordinador dalam hal Kesejahteraan Rakyat, dengan sekretaris yang
sekaligus menjadi ketua pelaksana harian. Perkembangannya kemudian menjadi Tim
Koordinasi dengan ketua yang sama, namun sekretarisnya adalah deputi
kementerian tersebut yang membidangi PK. Jadi statusnya ex-officio.
Kemajuan TKPK dibanding KPK adalah kesertaan organisasi pengusaha (KADIN)
dan NGO menjadi anggota TKPK dan Pokja. Memang dalam kenyataannya, kedua
lembaga tersebut tidak diundang dalam acara rapat koordinasi anggota. Sedangkan
untuk rapat Pokja kedua lembaga itu berpartisipasi aktif.
Selama KPK, kedua organisasi hanya menjadi anggota Pokja. Sedangkan TKPKD
yang diatur melalui SE Mendagri, yang mengkoordinasi pokja kelembagaan, juga
menyerukan agar TKPK Daerah seirama dengan TKPK tingkat nasional yakni forum
multistakeholder. Tugas dan fungsinya yang utama adalah membuat strategi,
mengkoordinasi dan memonitor pelaksanaannya
TKPK merupakan forum multistakeholder yang melibatkan berbagai unsur pelaku
pembangunan, baik dari pemerintah maupun swasta dan organ kemasyarakatan
lainnya serta organisasi perempuan. Keanggotaannya bukan berdasarkan suka atau
tidak suka, melainkan pada kiprah dan kapasitasnya dalam upaya PK. Bahkan jika
mungkin ada representasi dari si miskin dalam TKPK sehingga kepentingannya
dapat terwakili langsung, tidak seperti selama ini diwakili oleh ornop, ormas atau
organisasi profesi seperti buruh dan tani.
BAB IV
PERSOALAN
STATEGIS
Permasalahan kemiskinan yang di pengaruhi oleh banyak faktor, seperti
tingkatan pendidikan masyarakat, jumlah pengangguran, inflasi dan sebagainya. Rendahnya
pendidikan sebagian besar masyarakat Bantaeng. Berdasarkan perolehan data
(Kabupaten Bantaeng Dalam Angka 2011) dengan melihat tingkat pendidikan dengan
usia 10 tahun ke atas dari total jumlah penduduk 178.477 jiwa/orang, didominasi
oleh penduduk yang tidak bersekolah lagi yaitu sebanyak 45.849 orang (33,59%),
penduduk yang tidak/belum pernah sekolah sebanyak 18.489 orang (13,54%),
tingkat pendidikan SD/MI yaitu sebanyak 34.124 orang (25,00%), tingkat
pendidikan SLTP sebanyak 15.708 orang (11,51%), SLTA sebanyak 14.399 orang (10,55%)
dan tingkat perguruan tinggi sebanyak 7.945 orang (5,82%). Yang menjadi masalah
lainnya yaitu infra struktur yng kurang mendukung perekonomian.
Oscar Lewis (1966) adalah tokoh dari aliran teori
Marjinal, konsepnya yang terkenal adalah Culture of Poverty . Menurut
Lewis, masyarakat di Dunia Ketiga menjadi miskin karena adanya Culture of
Poverty (Kebudayaan Kemiskinan) , dengan karakter:
1)
Apatis, menyerah pada nasib
2)
Sistem-sistem keluarga yang tidak mantap
3)
Kurang pendidikan
4)
Kurang ambisi untuk membangun masa depan
5)
Kejahatan dan kekerasan merupakan hal yang lumrah
BAB V
STRATEGI
KEBIJAKAN KEMISKINAN
Pelaksanaan
kebijakan yang dilakukan demi peningkatan kesejahteraan masyarakat di kota
Bantaeng melalui pemberdayaan produk-produk hortikultura pada daerah pegunungan
yang menjadi wilayah yang berpotensi besar dalam peningkatan produktifitas
bidang pertanian. Dalam bidang kelautan yang menjadi salah satu keunggulan dari
kota bantaeng ini dilakukan pengembangan rumput laut Kemudian yang menjadi
kendala awal yakni masalah banjir yang membatasi kinerja baik sektor kesehatan
maupun perekonomian. Maka dilakukan kebijakan peanggulangan berupa pembuatan
drainase dan pembersihan daerah rawan banjir dan sekitarnya sehingga hal ini
dapat meningkatkan laju perekonomian denga meminimalisir faktor penghambat
dalam melakukan aktifitas.
Dari
permasalahan kemiskinana yang salah satunya dipengaruhi oleh tingkat pendidikan
yang rendah maka pemerintah daerah melakukan pembangunan sarana dan prasarana
demi mendorong peningkatan kesejahteraan yang otomoatis juga berdampak pada
pengurangan angka kemiskinan daerah.
Demi
meningkatkan pendapatan daerah maka pemerintah kota Bantaeng melakukan
reklamasi daerah pantai dan membangun sarana dan prasarana pariwisata yang
otomatis mendongkrak perekoniomian masyarakat daerah tersebut. Peningkatan
sarana dan prasarana transportasi misalnya pembangunan jalan antara kecematan
sehingga transfer barang-barabg hasil pertanian perekonomian akan lebih mudah
sehhingga biaya pengeluaran dapat diminimalisir dan kesemuanya ini sangat
berdampak pada perekonomian masyarakat yang megarah pada kesejahteraan masyarkat
dan mengurangi kemiskinan.
Kebijakan yang di ambil pemerintah, yaitu :
1.
Mengadakan reformasi dan tranformasi terhadap berbagai
intitusi yang dianggap kurang menguntungkan kaum miskin.
2.
Bahwa rencana-rencana pembangunan harus diarahkan pada
kekuatan-kekuatan produksi, efisiensi perkotaan, penghematan skala (economic
of scale) dan perolehan modal investasi.
3.
Perencanaan pembangunan harus diarahkan pada
peningkatan prasarana yang dapat mengatasi masalah ketimpangan.
4.
Perencanaan untuk meningkatkan penyediaan sarana dan
prasarana pendidikan dan kesehatan.
5.
Perencanaan-proyek-proyek pemberdayaan masyarakat (community
empowerment)
BAB VI
PENUTUP
Penyebab orang menjadi miskin adalah karena ia terjebak dalam perangkap
kemiskinan materil, kelemahan jasmani, isolasi, kerentanan, dan
ketidakberdayaan. Ini masalah sosial dan kultural. Makanya penanggulangan
kemiskinan mesti melibatkan transformasi sosial dan kultural juga, termasuk
perubahan nilai-nilai (misal : etos kerja). Pembagian sesuatu yang gratis
adalah langkah tidak karena membudayakan kemiskinan.
Stretegi penaggulangan kemiskinan sesuai pemaparan di atas harus dilakukan
secara menyeluruh baik itu aspek pendidikan, kesehatan dan sebagainya yang
tujuan pokoknya mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat yang otomatis
mengurangi kemiskinan.
Demi
penigkatan kesejahteraan pokok utamanya tidak hanya terletak pada kebijakan
pemerintah namu juga bagaimana pemikiran kita agar tidak terperangkap dalam
pemikiran sempit yang artinya marilah kita berinofasi demi meningkatkan taraf
hidup kita. Saran untuk penulis lainnya agar mencantumkan referensi yang lebih
baik dan banyak agar supaya dapat menggambarkan permasalahn kemiskinan lebih
jelas lagi.
DAFTAR
PUSTAKA
Nurannisa.2013.Masalah
Kemiskinan.http://nissa-nurannisa.blogspot.com.tr/2013/01/makalah-masalah-kemiskinan.html
(diakses pada 31 Desember 2015)
Anonimous.http://bantaengkab.go.id/web/berita-588-pemkab-sleman-pelajari-strategi-penanggulangan-kemiskinan-di-bantaeng.html
(diakses pada 31 Desember 2015)
Anonimous.Uji
penanggulangan Kemiskinan di Bantaeng http://fajar.co.id/fajaronline-sulsel/2015/08/28/uji-coba-penanggulangan-kemiskinan-di-bantaeng.html
(diakses pada 31 Desember 2015)
Zaranehdanisa.2011.Tantangan
dan Peluang Manajementtp://www.zaranehdanisa.blogspot.com.tr/2011/07/tantangan-dan-peluang-managemen.html
(diakses pada 31 Desember 2015)
Nugraha
Aswad.2012. Analisis kependudukan kabupaten bantaeng http://aswadnugraha.blogspot.com.tr/2012/10/analisis-kependudukan-kabupaten-bantaeng.html
(diakses pada 31 Desember 2015)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar