Dosen : Fatimasari, S.S.,M.Pd
LAPORAN PRAKTEK LAPANG TERPADU
SOSIOLOGI PEDESAAN
Disusun Oleh :
MUHAMMAD SYAFRIADI 213
170 001
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN, PETERNAKAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PAREPARE
2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kegiatan
praktek lapang terpadu ini dilakukan untuk menyeimbangkan pengetahuan antara
teori dengan praktek secara langsung dan memenuhi mata kuliah Sosiologi Pedesaan yang dilaksanakan pada tanggal 26-28 Desember 2014, di
Kelurahan Pattapang, Kecamatan Tinggi Moncong, Kabupaten Gowa, Provinsi
Sulawesi selatan.
Sebelum
membahas mengenai struktur sosial masyarakat desa, perlu dibahas terlebih
dahulu definisinya. Merton (1964) menyatakan bahwa ciri dasar dari suatu
struktur sosial adalah status yang tidak hanya melibatkan satu peran, melainkan
sejumlah peran yang saling terkait. Merton memperkenalkan konsep perangkat
peran (role set). Social inequality merupakan konsep dasar yang menyusun
pembagian suatu struktur sosial menjadi beberapa bagian atau lapisan yang
saling berkait. Konsep ini memberikan gambaran bahwa dalam suatu struktur
sosial ada ketidaksamaan posisi sosial antar individu di dalamnya. Terdapat
tiga dimensi dimana suatu masyarakat terbagi dalam suatu susunan atau
stratifikasi, yaitu kelas, status dan kekuasaan. Konsep kelas, status dan
kekuasaan merupakan pandangan yang disampaikan oleh Max Weber .
Kelas
dalam pandangan Weber merupakan sekelompok orang yang menempati kedudukan yang
sama dalam proses produksi, distribusi maupun perdagangan. Pandangan Weber
melengkapi pandangan Marx yang menyatakan kelas hanya didasarkan pada
penguasaan modal, namun juga meliputi kesempatan dalam meraih keuntungan dalam
pasar komoditas dan tenaga kerja. Keduanya menyatakan kelas sebagai kedudukan
seseorang dalam hierarkhi ekonomi. Sedangkan status oleh Weber lebih ditekankan
pada gaya hidup atau pola konsumsi. Namun demikian status juga dipengaruhi oleh
banyak faktor, seperti ras, usia dan agama (Beteille, 1970).
Dalam
struktur masyarakat desa terdapat aspek yang perlu diperhatikan yaitu aspek
ekonomi, social dan politik. Dari aspek ekonomi dan sosial terdapat kelompok
sosial yang memiliki perbedaan mendasar. Perbedaan tersebut terdapat pada akses
terhadap faktor produksi utama dalam pertanian, yaitu tanah. Kelompok sosial
yang terbentuk di desa adalah kelompok buruh tani dan kelompok petani bebas.
Selain akses terhadap tanah terdapat pula prinsip peran yang membagi masyarakat
desa menjadi dua kelompok sosial tersebut. Prinsip tersebut adalah salah satu
kelompok memiliki peran sebagai “pengabdi” sedangkan kelompok lainnya sebagai
“penguasa”.
Perbedaan
akses serta prinsip peran kelompok sosial yang ada di desa membawa berbagai
implikasi dalam kehidupan sosial. Kedua kelompok sosial yang hidup bersama
dalam satu tatanan masyarakat saling berinteraksi satu sama lain. Perbedaan
satus sosial antara dua kelompok sosial tersebut membawa dampak pada peran
masing-masing kelompok dalam kehidupan sosial dan ekonomi.
Dari
aspek politik yaitu menyangkut kelembagaan desa. Menurut Peraturan Pemerintah
Nomor 57 Tahun 2005 tentang Desa, disebut bahwa Desa adalah kesatuan masyarakat
hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat
istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Desa
bukanlah bawahan kecamatan, karena kecamatan merupakan bagian dari perangkat
daerah kabupaten/kota, dan desa bukan merupakan bagian dari perangkat daerah.
Berbeda dengan kelurahan, Desa memiliki hak mengatur wilayahnya lebih luas.
Namun dalam perkembangannya, sebuah desa dapat ditingkatkan statusnya menjadi
kelurahan. Desa memiliki pemerintahan sendiri. Pemerintahan Desa terdiri atas
Pemerintah Desa (yang meliputi Kepala Desa dan Perangkat Desa) dan Badan
Permusyawarahan desa (BPD) dan masih ada lembaga-lembaga dibawahnya.
1.2 Rumusan Masalah
Dari
hasil Praktek Lapang Terpadu di Keluran Pattap, Kecamatan Tinggi Moncong (Malino),
ditemukan masih banyak petani memiliki lahan pertanian yang sangat sempit,
bahkan ada yang hanya merupakan petani penggarap. Untuk itu perlu diamati :
1. Bagaimana status petani berdasarkan
kepemilikin lahan pertanian ?
2. Apa saja kegiatan ekonominya ?
3. Bagaimana status dan kedudukan
sosial, serta peranannya dalam masyarakat ?
1.3 Tujuan Penelitian
Untuk
melakukan pengamatan tentang kehidupan masyarakat petani, kegiatan usaha tani,
dan lingkungan yang mempengaruhinya.
1.4 Mamfaat Penelitian
Mamfaatnya
adalah sebagai pembanding dari materi yang didapatkan di bangku kuliah dengan
realita yang sebenarnya terjadi dalam masyarakat.
BAB II
TINJAUN
PUSTAKA
1.1 Buruh Tani
Struktur
sosial masyarakat desa pada masa lalu terbagi berdasarkan luas kepemilikan
lahan menjadi dua golongan besar yaitu buruh tani dan pemilik tanah. Buruh tani
mempunyai kedudukan sosial yang paling bawah dengan aktivitas ekonomi yang
terbatas pada pengerahan tenaga buruh upahan kepada kaum pemilik tanah.
Beberapa diantaranya mencoba untuk melakukan kegiatan ekonomi lainnya namun
masih terbatas pada jenis perdagangan kecil.
Berbeda
dengan kaum tuan tanah yang mempunyai kegiatan ekonomi lebih bervariatif dan
skala yang jauh lebih besar. Perbedaan akses serta prinsip peran kelompok
sosial yang ada di desa membawa berbagai implikasi dalam kehidupan sosial.
Kedua kelompok sosial yang hidup bersama dalam satu tatanan masyarakat saling
berinteraksi satu sama lain. Perbedaan status sosial antara dua kelompok sosial
tersebut membawa dampak pada peran masing-masing kelompok dalam kehidupan
sosial dan ekonomi.
Buruh
tani memperoleh penghasilan dari upah bekerja pada tanah pertanian milik orang
lain atau petani penyewa tanah. Sebagian besar buruh tani bekerja lepas dengan
upah harian, hanya sebagian kecil yang bekerja untuk jangka satu tahun atau
lebih. Selain dari upah sebagai pekerja, buruh tani juga melakukan kegiatan
dagang kecil-kecilan. Ada juga diantaranya yang menanami lahan hutan dengan
perjanjian tertentu.
Keberadaan
buruh tani dapat diidentifikasi dari jumlah penduduk yang tidak memiliki tanah
pertanian. Keterbatasan informasi menyebabkan kepemilikan tanah dijadikan
sebagai dasar penentuan status sebagai buruh tani. Namun perlu ditekankan bahwa
ciri terpenting dari buruh tani bukan pada kepemilikan tanah tetapi pada
sikapnya yang menyerahkan diri kepada orang lain, dalam hal ini pemilik tanah.
Kompensasi yang diberikan bagi buruh tani yang tinggal diatas tanah milik orang
lain bukan berupa uang, namun berupa peran dirinya sebagai “abdi”.
Buruh
tani dibedakan menjadi dua subkelompok. Subkelompok pertama adalah mereka yang
sama sekali tidak memiliki tanah pertanian atau hanya memiliki tanah pekarangan
saja, untuk selanjutnya disebut buruh tani. Sedangkan subkelompok
kedua adalah mereka yang memiliki tanah pertanian dengan luasan yang sempit
yakni kurang dari 2,5 Ha. Subkelompok ini disebut dengan petani tidak
tetap (part time farmers).
2.2 Petani Bebas
Selain
buruh tani juga dikenal jenis petani yang lain, yaitu petani bebas. Petani
bebas dibedakan menjadi sua subkelompok yaitu petani bebas kecil
dan tuan tanah besar. Dasar pembagian kelompok petani bebas ini
adalah luas kepemilikan tanah. Mereka yang memiliki tanah antara 2,5 hingga 12
acre digolongkan dalam petani bebas kecil. Sedangkan mereka yang memiliki tanah
lebih dari 12 acre termasuk dalam tuan tanah besar.
Secara
ekonomi kelompok petani bebas kecil tidak melakukan pekerjaan untuk mencari
upah, sebaliknya mereka mempekerjakan buruh tani. Biasanya petani bebas kecil
juga turut bekerja bersama-sama dengan buruh tani sekaligus mengawasi pekerjaan
mereka. Selain mengerjakan tanah pertanian miliki mereka sendiri, terkadang
mereka juga mengerjakan tanah pertanian milik tuan tanah besar dengan cara bagi
hasil. Jenis tanah yang mereka kerjakan adalah tanah sawah, berbeda dengan
buruh tani yang mengerjakan tanah tegalan.
Kedudukan
sosial antara tuan tanah besar dan petani bebas kecil hanya terdapat sedikit
perbedaan. Petani bebas kecil merupakan cerminan sejumlah kecil masyarakat desa
yang berhasil membebaskan diri dan meraih kekuasaan ekonomi yang lebih besar.
Anggota kelompok petani bebas kecil yang terkadang memiliki hubungan saudara
jauh dengan tuan tanah besar mampu memainkan peranan yang penting dalam
kehidupan masyarakat. Mereka menempati posisi yang baik untuk mendapatkan
pengakuan dan rasa hormat dari penduduk lain. Posisi yang strategis tersebut
merupakan wujud perjuangan mereka dalam mempertahankan status sosial sehingga
tidak turun ke lapisan buruh tani.
Jumlah
tuan tanah besar di desa jumlahnya paling kecil. Tanah pertanian yang mereka
kuasai sebagian besar adalah tanah subur yang produktif. Kelompok ini terdiri
dari sejumlah kecil keluarga yang terikat dengan perkawinan. Lima keluarga tuan
tanah besar lainnya adalah bangsawan. Penguasaan modal yang besar serta
hubungan yang harmonis dengan tengkulak menyebabkan posisi secara ekonomi tuan
tanah besar sangat baik. Beberapa tuan tanah besar memiliki tanah pertanian di
luar desa.
Petani
bebas sedikit banyak telah menggunakan teknik-teknik pertanian modern.
Pandangan mereka telah terbentang luas melewati batas desa. Tuan tanah besar
memiliki hubungan pribadi dengan pemerintah. Berbagai informasi tentang desa
sedikit banyak terhimpun dari kalangan tuan tanah besar. Informasi yang
terkadang sangat jauh dari kenyataan yang sebenarnya. Pemimpin desa biasanya
dari kelompok petani bebas ini demikian pula orang-orang yang bekerja keras
untuk gerakan koperasi desa.
Secara
ekonomi, dalam menjalankan usaha pertanian, tuan tanah besar menjalankan fungsi
sebagai pengelola. Mereka jarang sekali mengerjakan pekerjaan kasar sendiri. Komoditas
yang diusahakan adalah komoditas yang menjanjikan keuntungan besar walupun
dengan modal yang besar. Beberapa tuan tanah besar berhasil merubah tegalan
menjadi kebun buah-buahan yang terawat dengan baik. Setelah panen, tuan tanah
besar menyerahkan pengelolaan tanah pertaniannya kepada buruh tani dengan cara
maro. Tanah sawah yang mereka miliki disewakan atas dasar bagi hasil. Hasil
sewa tersebut mereka gunakan untuk memenuhi kebutuhan makan sedangkan
keuntungan dari usahatani kentang dan kubis mereka gunakan untuk memenuhi
kebutuhan kemewahan, seperti membangun rumah. Mereka juga menanamkan modal pada
usaha dagang dan pengangkutan.
BAB III
METODE
PELAKSANAAN
3.1 Tempat dan Waktu
Praktek
lapang dilaksanakan di tiga tempat yaitu :
1. Pusat Pelatihan Pertanian Pedesaan
Swadaya (P4S) di Pattapang, Kecamatan Tinggimoncong (Malino) Kab. Gowa.
2. Waktu pelaksanaa hari
Jumat tanggal 26 Desember 2014 sampai dengan Minggu tanggal 28 Desember 2014.
3.2 Metode Pelaksanaan Praktek Lapang
Terpadu
Dalam
melakukan praktek lapang terpadu metode yang digunakan adalah:
·
Survei
Panitia melakukan survei pada
tempat-tempat yang akan digunakan untuk praktek.
·
wawancara dan Diskusi
Melakukan wawancara dan diskusi
dengan pembimbing lapang, kelompok P4S, petani dan masyarakat untuk mengetahui
kegiatan-kegiatan yang ada di lapangan dan masalah-masalah yang timbul serta
penyelelesaiannya.
·
Pengamatan
Langsung mengamati objek yang akan
teliti sesuai dengan questioner yang disiapkan oleh masing-masing dosen pembimbing
mata kuliah praktek.
BAB IV
KEADAAN
UMUM LOKASI PRAKTEK
4.1 Letak Geografis
Kelurahan
Pattapang, kecamatan Tinggimoncong (Malino), berada pada wilayah administrasi
Pemerintahan Kabupaten Gowa dengan batas wilayah sebagai berikut :
·
Sebelah
Timur berbatasan dengan Desa Kanreapia
·
Sebelah
Barat berbatasan dengan Kelurahan Malino
·
Sebelah
Utara berbatasan dengan Desa Tonasa
·
Sebelah
Selatan berbatasan dengan Kelurahan Buluttana/Gunung Bawakaraeng
Kelurahan
Pattapang berada pada topografi berbukit dengan kemiringan
rata-rata 25-35˚, karakteristik tanahnya Lempung Berpasir (Sandy
Loam) serta terletak pada ketinggian ±1500 meter diatas permukaan laut.
Hampir
seluruh wilayah Kelurahan Pattapang merupakan lahan kering, yang digunakan
untuk kebun hortikultura. Adapun luas lahan yang digunakan untuk kebun
hortikultura dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Table
1: luas lahan Kelurahan Pattapang yang digunakan untuk kebun hortikultura
No.
|
Nama
Kelompok
Tani
|
Luas
Lahan
(Ha)
|
Komoditi
Unggulan
|
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
|
Veteran
Tunas Muda
PIEN
Bola
Siri’napacce
Kampung
Baru
Kalibong
Alam
Segar
Buluballea
Ta’ca’la
Kayu
Putiah
Bina
Mandiri
Wanita
Tani Beringin
Wanita
Tani Strawberi
Wanita
Tani Kenanga
Wanita
Tani Mawar
Wanita
Tani Mwr Merah
Wanita
Tani Safana
Wanita
Tani Anugrah
Pattiro-tiroang
Turikale
Usagung
Bawakaraeng
Mutiara
Tani
Makmur
Tani
Wira
Jaya
Lembanna
Dale
Ta’bua
Maddakko
Pemuda
Veteran
Lemo-Lemo
Pattapang
|
30
13
25
30
53
31
26
60
31
26
30
20
15
10
12
6
16
20
23
43
23
25
25
30
30
20
30
15
34
32
|
Kentang,
wortel, tomat, strawberi, bwng daun
Kentang,
kubis, tomat
Tomat,
markisa
Kentang,
kubis, tomat
Kentang,
kubis, tomat
Kentang,
kubis, tomat
Kentang,
kubis, tomat
Kentang,
kubis, tomat
Kentang,
kubis, tomat
Kentang,
kubis, tomat
Kentang,
kubis, tomat
Kentang,
kubis, tomat, tnm hias
Kentang,
kubis, tomat, tnm hias
Kentang,
kubis, tomat, tnm hias
Kentang,
kubis, tomat, tnm hias
Kentang,
kubis, tomat, tnm hias
Kentang,
kubis, tomat, tnm hias
Kentang,
kubis, tanaman hias
Kentang,
kubis, tomat
Kentang,
kubis, tomat
Kentang,
kubis, tomat
Kentang,
kubis, tomat
Kentang,
kubis, tomat
Kentang,
kubis, tomat
Kentang,
kubis, tomat
Kentang,
wortel. markisa
Tomat
Kentang,
wortel, tomat
Kentang,
tomat, markisa kopi
Kentang,
wortel, tomat
|
Jumlah
|
676
|
Sumber
: Gapoktan Gema Baru Kelurahan Pattapang 2009
Berdasarkan
klasifikasi iklim menurut koppen yang didasarkan atas suhu dan rata-rata curah
hujan bulanan dan tahunan, maka Kelurahan Pattapang termasuk dalam iklim tipe A
(iklim hujan tropis) yang ditandai dengan rata-rata suhu bulanan lebih dari
15ºC sampai dengan 20ºC, dengan rata-rata hujan sebesar 2.800 sampai
dengan 3.000 mml/tahun.
Berdasarkan data yang diperoleh maka jumlah penduduk dan
sarana umum yang ada di Kelurahan Pattapang dapat dilihat pada table berikut
ini :
Table
2 : Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin
No.
|
Jenis
Kelamin
|
Jumlah
(jiwa)
|
Keterangan
|
1
|
Laki-laki
|
1.306
|
880
KK
|
2
|
Perempuan
|
1.411
|
|
Jumlah
|
2.717
|
880
KK
|
Table
3 : Jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan
No.
|
Tingkat
Pendidikan
|
Jumlah
(jiwa)
|
Keterangan
|
1
|
SD
|
2.173
|
-
|
2
|
SLTP
|
272
|
-
|
3
|
SMU
|
136
|
-
|
4
|
S1
|
136
|
-
|
Jumlah
|
2.717
|
Table
4 : Jumlah sarana umum
No.
|
Sarana
|
Jumlah
|
Keterangan
|
1
|
Kantor
Kelurahan
|
1
|
|
2
|
SD
|
5
|
|
3
|
SLTP
|
1
|
|
4
|
Puskesmas
Pembantu
|
1
|
|
5
|
Puskesmas
Kecamatan
|
1
|
|
Jumlah
|
9
|
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Status Kepemilikan Lahan
Sesuai
dengan penjelasan pada BAB II TINJAUAN PUSTAKA bahwa, struktur sosial
masyarakat desa pada masa lalu terbagi berdasarkan luas kepemilikan lahan
menjadi dua golongan besar yaitu buruh tani dan petani bebas.
Buruh
tani dibedakan menjadi dua subkelompok. Subkelompok pertama adalah mereka yang
sama sekali tidak memiliki tanah pertanian atau hanya memiliki tanah pekarangan
saja, untuk selanjutnya disebut buruh tani. Sedangkan subkelompok
kedua adalah mereka yang memiliki tanah pertanian dengan luasan yang sempit
yakni kurang dari 2,5 Ha. Subkelompok ini disebut dengan petani tidak
tetap (part time farmers).
Selain
buruh tani juga dikenal jenis petani yang lain, yaitu petani bebas.
Petani bebas dibedakan menjadi sua subkelompok yaitu petani bebas kecil dan
tuan tanah besar. Dasar pembagian kelompok petani bebas ini adalah luas
kepemilikan tanah. Mereka yang memiliki tanah antara 2,5 hingga 12 hektar
digolongkan dalam petani bebas kecil. Sedangkan mereka yang
memiliki tanah lebih dari 12 hektar termasuk dalam tuan tanah besar.
Menurut
M. Ali (responden) ; ada beberapa hal yang menyebabkan penyempitan kepemilikan
lahan, antara lain :
a.
Pertambahan
jumlah penduduk
Pertambahan
jumlah penduduk menyebabkan berkurangnya luas kepemilikian lahan pertanian,
misalkan dalam satu keluarga ada lima orang maka secara otomatis lahan keluarga
tersebut akan dibagi menjadi lima bagian. Selain itu pertambahan jumlah
penduduk juga menyebabkan banyak lahan-lahan produktif dijadikan pemukiman
(lahan pekerangan).
b.
Keadaan
topografi
Keadaan
topografi yang berbukit-bukit, menyebabkan banyak lahan yang tidak produktif
untuk dijadikan lahan pertanian. Misalnya lahan yang memiliki kemiringin di
atas 40°, serta lahan-lahan yang susah dijangkau karena medan yang berat.
c.
Pengaruh
ekonomi.
Karena
desakan ekonomi banyak juga petani yang terpaksa menjual sebagian lahan
pertaniannya kepada orang lain.
Dari
hasil wawancara anggota Kelompok III pada sejumlah petani (responden) saat
melaksanakan Praktek Lapang Terpadu di Kelurahan Bulu Ballea Kecamatan
Tinggimoncong (Malino), maka data yang diperoleh adalah sebagai berikut :
1. Buruh
tani : 25%
2. Petani tidak tetap
: 50%
3. Petani bebas
kecil
: 25%
4. Tuan tanah
besar
: 0%
Berdasarkan
hasil persentase data tersebut diatas, maka kami dari kelompok III
sepakat untuk memfokuskan pembahasan pada petani tidak tetap, yaitu petani yang
memiliki tanah pertanian dengan luasan kurang dari 2,5 hektar.
5.2 Petani Tidak Tetap
Petani
tidak tetap merupakan suatu status yang diberikan kepada para petani yang
mempunyai lahan sendiri dengan luasan yang sempit, yaitu kurang dari 2,5
Hektar. Status inilah yang paling banyak dijumpai saat melakukan praktek lapang
terpadu di Kelurahan Bulu Ballea Kecamatan Tinggimoncong (Malino). Rata-rata
kepemilikian lahan pertanian di Kelurahan ini antara 0,5 Ha sampai dengan 2,5
Ha, dan mereka sendiri yang menggarap lahannya tersebut.
Pada
umumnya petani mengusahakan perkebunan hortikultura dengan komoditi unggulan:
kentang, kubis, tomat dan wortel. Disamping komoditi unggulan juga diusahakan
beberapa komoditi lain seperti : bawang daun, strawberry, kopi dan
markisa
Dalam
melakukan kegiatan ekonominya, petani tidak tetap ini menggarap sendiri lahan
pertaniannya, dibantu oleh anggota keluarganya yaitu istri dan anaknya. Untuk
menambah penghasilanya terkadang mereka juga menggarap sebagaian lahan
milik tuan tanah. Penghasil rata-rata perbulan dari hasil usaha tani antara Rp.
500.000, - sampai dengan Rp. 1.500.000.-, besarnya penghasilan perbulan sangat
dipengaruhi oleh luas lahan yang diolah, harga saat penjualan serta
produktivitas permusim.
Permasalah
yang sering ditemui petani kecil yang ada di Kelurahan Pattapang dalam
pengelolaan usaha tani adalah :
a.
Kekurangan
modal
Petani
di kelurahan ini masih kesulitan mendapatkan modal yang akan digunakan
untuk membiayai usaha taninya, terutama untuk menyuplai sarana produksi seperti
benih unggul, pupuk, obat-obatan (pestisida), serta alat-alat pertanian
(mekanisasi).
Sarana
produksi yang bermutu sangat berpengaruh pada peningkatan produksi, namun
karena keterbatasan dana mereka hanya menggunakan sarana ala kadarnya sehingga
produksinya pun tidak maksimal.
Hasil
dari penjualan tidak dapat digunakan sepenuhnya untuk kegiatan pertanian,
karena sebagian digunakan untuk membiayai kebutuhan keluarga termasuk
pendidikan anak-anaknya. Untuk itulah ia sangat membutuhkan pinjaman dana yang
pengembaliannya bisa diansur.
b.
Penerapan
teknologi
Dari
hasil pendataan menunjukkan tingkat pendidikan petani tidak tetap
masih sangat rendah, karena itulah mereka kurang mampu mengadopsi teknologi di
bidang pertanian yang berkembang pesat. Penerapan teknologi yang masih lemah
seperti teknik budidaya, pemilihan varietas, pengendalian hama dan penyakit
c.
Pemasaran
System
pemasaran di tempat ini adalah: petani → pedangang pengumpul → pedagang antar
kota → pasar → konsumen. Panjangnya rantai pemasaran ini membuat petani tidak
bisa mendapatkan harga yang bagus. Kendala lain adalah ketika panen melimpah
maka harga barang tersebut juga turun.
5.3 Kegiatan Ekonomi
Petani
tidak tetap di Kelurahan Bulu Ballea, melakukan kegiatan usaha tani di atas
lahan pertaniannya sendiri dengan luasan antara 0,5 hektar sampai dengan 2,5
hektar. Sedangkan mereka yang ingin memperoleh penghasilan tambahan, juga
menggarap sebagaian lahan milik tuan tanah dengan system bagi hasil. Kegiatan
pertanian yang diusahakan adalah perkebunan hortikultura dengan komoditi
unggulan : kentang, wortel, tomat dan kubis. Disamping itu juga diusahakan komoditi
: daun bawang, strawberry dan markisa.
Hasil
pertanian yang diperoleh umumnya dijual ke pedagang pengumpul, karena mereka
tidak punya waktu yang banyak untuk melakukan penjualan langsung ke konsumen.
Sebagaian besar waktu dari petani ini dihabiskan di lahan pertaniannya. Semua
anggota keluarga turut membantu mengolah lahan pertanian, termasuk ibu-ibu
rumah tangga juga bergabung setelah menyiapkan makanan.
5.4 Stratifikasi Sosial
Stratifikasi
sosial merupakan pembedaan anggota masyarakat berdasarkan status (Susanto,
1993). Definisi yang lebih spesifik mengenai stratifikasi sosial antara lain
dikemukakan oleh Sorokin (1959) dalam Soekanto (1990) bahwa pelapisan sosial
merupakan pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara
bertingkat (hierarkis). Perwujudannya adalah adanya kelas tinggi dan kelas
rendah. Sedangkan dasar dan inti lapisan masyarakat itu adalah tidak adanya
keseimbangan atau ketidaksamaan dalam pembagian hak, kewajiban, tanggung jawab,
nilai-nilai sosial, dan pengaruhnya di antara anggota-anggota masyarakat.
Diferensiasi
dan ketidaksamaan sosial mempunyai potensi untuk menimbulkan stratifikasi
sosial dalam masyarakat. Diferensiasi sosial merupakan pengelompokan masyarakat
secara horizontal berdasarkan pada ciri-ciri tertentu. Berbeda dengan
ketidaksamaan sosial yang lebih menekankan pada kemampuan untuk mengakses
sumberdaya, diferensiasi lebih menekankan pada kedudukan dan peranan.
Stratifikasi sosial dapat terjadi sejalan dengan proses pertumbuhan atau dibentuk secara sengaja dibuat untuk mencapai tujuan bersama. Seperti apa yang dikemukakan Karl Marx yaitu karena adanya pembagian kerja dalam masyarakat, konflik sosial, dan hak kepemilikan.
Stratifikasi sosial dapat terjadi sejalan dengan proses pertumbuhan atau dibentuk secara sengaja dibuat untuk mencapai tujuan bersama. Seperti apa yang dikemukakan Karl Marx yaitu karena adanya pembagian kerja dalam masyarakat, konflik sosial, dan hak kepemilikan.
5.4.1 Unsur-Unsur Lapisan
Masyarakat
Hal
yang mewujudkan unsur dalam teori sosiologi tentang sistem lapisan masyarakat
menurut Soekanto (1990) adalah kedudukan (status) dan peranan (role). Kedudukan
(status) diartikan sebagai tempat atau posisi seseorang dalam suatu kelompok
sosial. Kedudukan sosial artinya tempat seseorang secara umum dalam masyarakatnya
sehubungan dengan orang lain, dalam arti lingkungan pergaulannya, prestise-nya,
dan hak-hak serta kewajibannya.
Masyarakat
pada umumnya mengembangkan dua macam kedudukan, yaitu :
1)
Ascribed-status,
yaitu kedudukan seseorang dalam masyarakat tanpa memperhatikan
perbedaan-perbedaan rohaniah dan kemampuan. Pada umumnya ascribed status
dijumpai pada masyarakat dengan sistem lapisan yang tertutup, misalnya
masyarakat feodal (bangsawan, kasta)
2)
Achieved-status,
yaitu kedudukan yang dicapai oleh seseorang dengan usaha-usaha yang disengaja.
Kedudukan ini bersifat terbuka bagi siapa saja, tergantung dari kemampuan
masing-masing dalam mengejar serta mencapai tujuan-tujuannya. Misalnya, setiap
orang dapat menjadi hakim asalkan memenuhi persyaratan tertentu. Kadang-kadang
dibedakan lagi satu macam kedudukan, yaitu Assigned status yang merupakan
kedudukan yang diberikan. Assigned status sering memiliki hubungan erat dengan
achieved stastus.
Ukuran
atau kriteria yang biasa dipakai untuk menggolong-golongkan anggota masyarakat
ke dalam suatu lapisan. (Calhoun dalam Soekanto, 1990) adalah sebagai berikut:
1)
Ukuran
kekayaan, barang siapa yang memiliki kekayaan paling banyak, termasuk dalam
lapisan teratas. Kekayaan tersebut, misalnya : rumah, kerbau, sawah, dan tanah.
2)
Ukuran
kekuasaan, barang siapa yang memiliki kekuasaan atau yang mempunyai wewenang
terbesar menempati lapisan atas. Contoh: Pak Kades, Pak Carik, Tokoh masyarakat
(Tomas).
3)
Ukuran
kehormatan, orang yang paling disegani dan dihormati, mendapat tempat yang teratas.
Ukuran semacam ini banyak dijumpai pada maysarakat tradisional. Biasanya mereka
adalah golongan tua atau mereka yang pernah berjasa.
4)
Ukuran
pengetahuan, pengetahuan sebagai ukuran, dipakai oleh masyarakat yang
menghargai ilmu pengetahuan. Barang siapa yang berilmu maka dianggap sebagai
orang pintar.
Berdasarkan
pada pembagian golongan masyarakat kedalam suatu lapisan maka dapat disimpulkan
bahwa golongan petani kecil, yaitu buruh tani dan petani tidak tetap yang ada
di Kelurahan Pattapang berada pada kelas sosial bawah. Hal ini dapat
dilihat pada ukuran kekayaan, dimana buruh tani dan petani tidak tetap tidak
memiliki kekayaan yang cukup misalnya pada kepimilikan lahan yang rata-rata
hanya 0.5 ha sampai dengan 2.5 ha saja, bahkan banyak yang hanya sebagai petani
penggarap.
5.4.2 Diferensiasi dan
Ketidaksamaan Sosial
Diferensiasi
dan ketidaksamaan sosial merupakan hal pokok yang pasti ada ketika kita
membahas stratifikasi sosial. Ketika ada pembedaan dan ketidaksamaan dalam
masyarakat, pandangan Marxist menyatakan tentunya menyebabkan masyarakat
tersebut menjadi berkelas-kelas/bertingkat-tingkat, sehingga muncul
pelapisan-pelapisan dalam masyarakat. Ada yang berada pada golongan atas,
menengah dan bawah, yang mempunyai kemampuan untuk mengakses “sumber daya”
berbeda-beda, dimana kelas lapisan atas lebih mendominasi daripada kelas
menengah atau bahkan kelas bawah. Ada kecenderungan golongan bawah untuk
berusaha naik menggantikan kedudukan golongan atas dan golongan atas juga
berusaha mempertahankan posisinya bahkan lebih meningkatkan lagi, akan tetapi
tidak menutup kemungkinan bagi lapisan golongan atas untuk turun menjadi
golongan menengah bahkan golongan bawah dengan beberapa faktor yang dapat
menyebabkan semua ini terjadi.
Adapun
yang kami temukan di Kelurahan Bulu Ballea, diferensiasi dan ketidaksamaan
sosial mengacu pada:
1) Pengetahuan (tingkat pendidikan)
2) Jenis Kelamin (alamiah).
3) Umur (alamiah).
4) Kekayaan.
5) Kedekatan wilayah tempat tinggal
dengan elit lokal.
5.4.2.1 Diferensiasi
Sosial
Penjelasan
lebih lanjut mengenai diferensiasi sosial yang kami temukan di Kelurahan
Pattapang adalah sebagai berikut:
1) Jenis Kelamin: di Kelurahan
Pattapang laki-laki dipandang lebih bisa untuk menjadi pemimpin dibandingkan
perempuan, karena menurut pandangan mereka kaum pria mempunyai figur yang lebih
kuat untuk bisa dijadikan seorang pemimpin dalam membimbing kaum wanita dan
anak-anak di kesehariannya, juga selain itu masyarakat Kelurahan Pattapang
berusaha untuk menerapkan apa yang terkandung dalam ajaran Islam, bahwa kaum
pria lebih kuat dibandingkan kaum wanita. Contohnya bisa menjadi imam masjid
sedangkan perempuan yang dipimpin atau dengan kata lain jadi makmumnya.
2) Umur: di Kelurahan Pattang orang
yang lebih tua akan lebih dihormati oleh masyarakat setempat karena mereka
menggolongkan orang yang dianggap lebih tua itu kepada kaum sesepuh yang patut
untuk banyak didengarkan nasihat-nasihat dari mereka. Contohnya dalam kerja
bakti orang tua yang mengatur pekerjaan anak mudanya.
3) Pengetahuan: orang yang tingkat
pendidikannya tinggi dijadikan pemimpin atau ketua diberbagai organisasi
masyarakat. Contohnya Arifuddin, SP diangkat sebagai ketua P4S sekaligus
sebagai ketua Gapoktan.
4) Kekayaan: kepemilikan seseorang
terhadap sumber daya yang berkaitan dengan hal kekayaan yang dimiliki oleh
beberapa orang di kampung tersebut, dapat membantu warga setempat untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari, sehingga pada kenyataannya warga tidak
begitu kesulitan dalam mencukupi kebutuhannya baik primer maupun yang sekunder.
Contohnya banyak warga yang membeli kebutuhan hidupnya di warung-warung
terdekat.
5) Kedekatan wilayah: orang-orang yang
tinggal dekat dengan kepala RT dan tokoh masyarakat lainnya dapat membantu
dalam penyebaran informasi tentang suatu hal, sehingga informasi tersebut dapat
mencapai tujuan yaitu kepada penduduk yang lain dengan lebih cepat tersebar
secara merata.
5.4.2.2 Ketidaksamaan
Sosial
Ketidaksamaan
sosial yang terdapat di Kampung Cikadongdong antara lain:
1)
Jenis
kelamin: karena laki-laki lebih sering shalat di masjid dibandingkan perempuan
maka laki-laki lebih cepat menerima informasi-informasi penting yang
disampaikan di masjid, baik disampaikan secara langsung (dari mimbar masjid)
oleh kyai maupun dari interaksinya dengan orang lain ketika berada di lingkungan
masjid.
2)
Umur:
orang yang lebih tua umumnya akan mendapat pengetahuan lebih cepat dari anak
muda karena mereka biasa menganggap suatu hal yang baru lebih serius daripada
anak muda yang masih menganggap hal seperti itu sebagai hal yang kurang begitu
penting bagi mereka dengan tidak memikirkan apa dampak yang akan terjadi bagi
mereka.
3)
Pengetahuan:
orang yang memiliki pengetahuan lebih mudah memahami dan menerapkan teknologi
sehingga kerapkali dipanggil dalam penyeselaian suatu masalah.
4)
Kekayaan:
orang yang memiliki modal untuk berwirausaha atau harta akan lebih mudah
mengakses sumber daya dibandingkan orang yang tidak memiliki apa-apa karena
intensitas mereka yang lebih banyak untuk bertemu dengan orang-orang yang
berada di lapisan manapun.
5)
Kedekatan
wilayah: orang yang bertempat tinggal dekat ketua RT atau tokoh masyarakat akan
lebih cepat memperoleh informasi daripada yang tinggal lebih jauh dan bisa
turut berperan sebagai penyebar informasi yang ada kepada masyarakat yang
lainnya.
5.4.3 Peranan (Role)
Peranan
(role) merupakan aspek dinamis kedudukan. Apabila seseorang melaksanakan hak
dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka dia menjalankan suatu
peranan. Peranan melekat pada diri seseorang harus dibedakan dengan posisi
dalam pergaulan kemasyarakatan. Posisi seseorang dalam masyarakat merupakan
unsur statis yang menunjukkan tempat individu pada organisasi masyarakat.
Kedudukan
sosial dan peranan sosial mempunyai hubungan yang erat. Kedudukan sosial lebih
mengarah kepada jabatan, sedangkan peranan sosial lebih mengarah kepada
tugas-tugas yang harus dijalankan oleh pemegang kedudukan sosial.
Berdasarkan
data yang diperoleh, di Kelurahan Pattapang terdapat dua organisasi petani yang
besar dan aktif. Organisasi tersebut adalah Pusat Pelatihan Pertanian
Pedesaan Swadaya (P4S) dan Gabungan Kelompok Tani (GAPOKTAN) Gema Baru.
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan
luas kepemilikian lahan pertanian, maka petani dibagi menjadi dua golongan
besar, yaitu: Buruh tani, dibagi menjadi dua sub kelompok :
1. Buruh tani, yaitu petani yang sama
sekali tidak memiliki tanah pertanian atau hanya memiliki tanah pekarangan
saja.
2. Petani tidak tetap, yaitu mereka
yang memiliki tanah pertanian dengan luasan sempit yakni kurang dari 2,5 Ha.
Petani
bebas, dibagi menjadi dua subkelompok :
1. Petani bebas kecil, yaitu mereka
yang memiliki tanah pertanian antara 2,5 hektar hingga 12 hektar.
2. Tuan tanah besar, yaitu mereka yang
memiliki tanah pertanian lebih dari 12 hektar.
Ditinjau
dari ukuran kekayaan maka petani kecil (buruh tani dan petani tidak tetap) yang
berada di Kelurahan Bulu Ballea barada pada kelas social paling bawah, karena
tidak memiliki tanah pertanian yang cukup. Sedangkan dari segi pendidikan
mereka juga berada pada tingkat pendidikan paling rendah, yaitu umumnya
berpendidikan sekolah dasar (SD) saja.
Diferensiasi
dan ketidaksamaan sosial mempunyai potensi untuk menimbulkan stratifikasi
sosial dalam masyarakat. Diferensiasi sosial merupakan pengelompokan masyarakat
secara horizontal berdasarkan pada ciri-ciri tertentu. Berbeda dengan
ketidaksamaan sosial yang lebih menekankan pada kemampuan untuk mengakses
sumberdaya, diferensiasi lebih menekankan pada kedudukan dan peranan.
Stratifikasi sosial dapat terjadi sejalan dengan proses pertumbuhan atau
dibentuk secara sengaja dibuat untuk mencapai tujuan bersama. Seperti apa yang
dikemukakan Karl Marx yaitu karena adanya pembagian kerja dalam masyarakat,
konflik sosial, dan hak kepemilikan.
Adapun
yang kami temukan di Kelurahan Pattappang diferensiasi dan ketidaksamaan
sosial mengacu pada:
1) Pengetahuan (tingkat pendidikan)
2) Jenis Kelamin (alamiah).
3) Umur (alamiah).
4) Kekayaan.
5) Kedekatan wilayah tempat tinggal
dengan elit lokal.
6.2 Saran
Penentuan
tempat praktek sebaiknya mempertimbangkan jarak atau waktu tempuh ke tempat
praktek, agar praktek lapang bias efektif. Misalkan praktek yang dilaksanakan
di Malino, dari tiga hari yang disapkan panitia ternyata hanya satu hari
digunakan untuk praktek sedangkan dua hari dihabiskan diperjalan,
sementara mata kuliah yang dipraktekkan terlalu banyak.
Pembuatan
laporan praktek sebaiknya tidak dalam bentuk kelompok, agar setiap mahasiswa
mampu mengolah data yang diperoleh dilapangan. Selain bila dibuat dalam bentuk
kelompok ada kecenderungan mahasiswa tidak serius saat melakukan pendataan
karena mengandalkan kerja kelompok.
Sebaiknya
di Kelurahan Pattappang dibentuk semacam bank pertanian yang mampu menyediakan
modal bagi petani agar bisa membiaya kegiatan usaha taninya, seperti pengadaan
sarana produksi serta alat transportasi agar bisa menjual langsung hasil
panennya.
DAFTAR PUSTAKA
Rahardjo,Drs,M.Sc.2004.Pengantar
Sosiologi Pedesaan dan Pertanian.Gadjah Mada University Press.Yokyakarta
Yosep L.dkk.2007.Laporan
Praktek Lapang Sosiologi Pedesaan.Fakultas Pertanian Peternakan dan
Perikanan UMPAR.Pare-pare.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar