SELAMAT DATANG DIBLOGKU

SELAMAT DATANG DIBLOGKU
SEMOGA BERMANFAAT

Minggu, 04 Januari 2015

LAPORAN PRAKTEK LAPANG TERPADU ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN (OPT)

Dosen Mata Kuliah : Nur Ilmi, SP.,M.Si

LAPORAN PRAKTEK LAPANG  TERPADU
ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN (OPT)


 Disusun oleh : 
MUHAMMAD SYAFRIADI                      213 170 001
                                               

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN, PETERNAKAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PAREPARE
2015



KATA PENGANTAR

Puji syukur  kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas segala perkenan-Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan laporan praktek terpadu mata kuliah Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) ini. Kami menyadari bahwa laporan ini tidak terlepas dari bantuan pihak yang telah memberikan konstribusi pemikiran sehingga penyusunan laporan ini selesai. Untuk itu kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak terutama kepada Dosen praktikum mata kuliah Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) ini.
            Dengan dibuatnya laporan praktikum ini diharapkan kepada pembaca mampu menyerap ilmu dan mengaplikasikannya dengan baik. Dalam hal ini, pembaca dapat memahami materi yang ada dalam laporan ini. Dengan demikian diharapkan tujuan intruksional yang ingin di capai dapat di peroleh secara maksimal mungkin.
            Penulis menyadari sebagai manusia biasa tidak luput dari salah dan lupa, sehingga laporan ini masih banyak kekurangan.
            Dengan tersusunnya laporan praktek terpadu Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) ini, saran yang membangun demi kesempurnaan laporan ini sangat kami harapkan.

Parepare, 02 Januari 2014
Penyusun,
Muhammad Syafriadi


DAFTAR ISI


DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN


BAB I

PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

            Kegiatan praktek lapang terpadu ini dilakukan untuk menyeimbangkan pengetahuan antara teori dengan praktek secara langsung dan memenuhi mata kuliah organisme pengganggu tanaman (OPT) yang dilaksanakan pada tanggal 26-28 Desember 2014, di Kelurahan Pattapang, Kecamatan Tinggi Moncong, Kabupaten Gowa, Provinsi Sulawesi selatan.
Pada umumnya pengendalian hama yang dilakukan oleh petani sayur maupun buah kebanyakan secara kimiawi dengan menggunakan pestisida. Cara pengendalian hama tersebut seolah-olah sudah membudaya dikalangan masyarakat. Penggunaan insektisida cenderung berlebihan, bersifat preventif, dan dilakukan secara terjadwal. Berdasarkan hasil pengamatan, pemakaian pestisida terbesar dilakukan pada tanaman holtikultura, khususnya tanaman sayuran (Wikipedia, 2007).
Setiap budidaya tanaman, pasti selalu ada gangguan. Setiap gangguan tersebut selalu merugikan seorang petani. Gangguan tersebut merupakan masalah yang harus dikendalikan oleh petani. Selama kerugian yang ditimbulkan tinggi, maka gangguan tersebut harus segera dikendalikan.
Semua gangguan tersebut disebabkan oleh gulma, hama, penyakit, dan nematoda. Gangguan yang tidak dikendalikan, akan merugikan petani. Gulma adalah tumbuhan yang kehadirannya tidak diinginkan pada lahan pertanian karena menurunkan hasil yang bisa dicapai oleh tanaman produksi. Hama adalah binatang yang selalu menyebabkan kerugian bagi seorang petani. Penyakit tanaman adalah semua penyebab tanaman sakit dan akan merugikan jika tudak dikendalikan. Sedangkan nematode adalah organism kecil yang hidup di sekitar perakaran tanaman.
Semua gangguan ini harus selalu di kendalikan secara tepat dan efektif. Cara pengendalian yang dilakukan yaitu dengan cara memberantas secara biologis, kimia, dan manual. Pemberantasan ini sangat perlu sekali karena gulma, hama, penyakit, dan nematoda akan menyebabkan kerugian yang sangat besar.




1.2  Rumusan Masalah

1.      Bagaimana kondisi umum lokasi praktek lapang ?
2.      Apa itu Penyakit busuk umbi (Phytophthora infestans) yang menyerang tanaman utama khususnya kentang (Solanum tuberosum L)  ?
3.      Apa itu hama Ulat Penggerek Daun/Umbi (Phthorimaea operculella) yang menyerang tanaman utama khususnya kentang (Solanum tuberosum L) ?

1.3  Tujuan Praktikum

1.      Ingin mengetahui kondisi umum lokasi praktek lapang terpadu.
2.      Ingin mengetahui Penyakit busuk umbi (Phytophthora infestans) yang menyerang tanaman utama khususnya kentang (Solanum tuberosum L)
3.      Ingin mengetahui hama Ulat Penggerek Daun/Umbi (Phthorimaea operculella) yang menyerang tanaman utama khususnya kentang (Solanum tuberosum L).


KEADAAN UMUM LOKASI PRAKTEK LAPANG
Kelurahan Pattapang, kecamatan Tinggimoncong (Malino),  berada pada wilayah administrasi Pemerintahan Kabupaten Gowa dengan batas wilayah sebagai berikut :
·         Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Kanreapia
·         Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Malino
·         Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Tonasa
·         Sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Buluttana/Gunung Bawakaraeng
Kelurahan Pattapang berada pada topografi berbukit dengan kemiringan rata-rata   25-35˚, karakteristik tanahnya Lempung Berpasir (Sandy Loam) serta terletak pada ketinggian ±1500 meter diatas permukaan laut.
Hampir seluruh wilayah Kelurahan Pattapang merupakan lahan kering, yang digunakan untuk kebun hortikultura. Adapun luas lahan yang digunakan untuk kebun hortikultura dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Table 1:  luas lahan Kelurahan Pattapang yang digunakan untuk kebun hortikultura
No.
Nama
Kelompok  Tani
Luas Lahan
(Ha)
Komoditi Unggulan
1

2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
Veteran

Tunas Muda
PIEN Bola
Siri’napacce
Kampung Baru
Kalibong
Alam Segar
Buluballea
Ta’ca’la
Kayu Putiah
Bina Mandiri
Wanita Tani Beringin
Wanita Tani Strawberi
Wanita Tani Kenanga
Wanita Tani Mawar
Wanita Tani Mwr Merah
Wanita Tani Safana
Wanita Tani Anugrah
Pattiro-tiroang
Turikale
Usagung Bawakaraeng
Mutiara Tani
Makmur Tani
Wira Jaya
Lembanna
Dale Ta’bua
Maddakko
Pemuda Veteran
Lemo-Lemo
Pattapang
30

13
25
30
53
31
26
60
31
26
30
20
15
10
12
6
16
20
23
43
23
25
25
30
30
20
30
15
34
32
Kentang, wortel, tomat, strawberi, bwng daun
Kentang, kubis, tomat
Tomat, markisa
Kentang, kubis, tomat
Kentang, kubis, tomat
Kentang, kubis, tomat
Kentang, kubis, tomat
Kentang, kubis, tomat
Kentang, kubis, tomat
Kentang, kubis, tomat
Kentang, kubis, tomat
Kentang, kubis, tomat, tnm hias
Kentang, kubis, tomat, tnm hias
Kentang, kubis, tomat, tnm hias
Kentang, kubis, tomat, tnm hias
Kentang, kubis, tomat, tnm hias
Kentang, kubis, tomat, tnm hias
Kentang, kubis, tanaman hias
Kentang, kubis, tomat
Kentang, kubis, tomat
Kentang, kubis, tomat
Kentang, kubis, tomat
Kentang, kubis, tomat
Kentang, kubis, tomat
Kentang, kubis, tomat
Kentang, wortel. markisa
Tomat
Kentang, wortel, tomat
Kentang, tomat, markisa kopi
Kentang, wortel, tomat
Jumlah
676

Sumber : Gapoktan Gema Baru Kelurahan Pattapang 2009
Berdasarkan klasifikasi iklim menurut koppen yang didasarkan atas suhu dan rata-rata curah hujan bulanan dan tahunan, maka Kelurahan Pattapang termasuk dalam iklim tipe A (iklim hujan tropis) yang ditandai dengan rata-rata suhu bulanan lebih dari 15ºC  sampai dengan 20ºC, dengan rata-rata hujan sebesar 2.800 sampai dengan 3.000 mml/tahun.
Berdasarkan data yang diperoleh maka jumlah penduduk dan sarana umum yang ada di Kelurahan Pattapang dapat dilihat pada table berikut ini :
Table 2 : Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin
No.
Jenis Kelamin
Jumlah (jiwa)
Keterangan
1
Laki-laki
1.306
880 KK
2
Perempuan
1.411
Jumlah
2.717
880 KK

Table 3 : Jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan
No.
Tingkat Pendidikan
Jumlah (jiwa)
Keterangan
1
SD
2.173
-
2
SLTP
272
-
3
SMU
136
-
4
S1
136
-
Jumlah
2.717


Table 4 : Jumlah sarana umum
No.
Sarana
Jumlah
Keterangan
1
Kantor Kelurahan
1

2
SD
5

3
SLTP
1

4
Puskesmas Pembantu
1

5
Puskesmas Kecamatan
1

Jumlah
9


BAB III

HASIL
3.1    Penyakit busuk umbi (Phytophthora infestans)
Klasifikasi Penyakit Busuk Umbi :
Kingdom               :
Bacteria
Phylum                  :
Proteobacteria
Class                      :
Beta Proteobacteria
Order                     :
Burkholderiales
Family                   :
Ralstoniaceae
Genus                    :
Ralstonia
Spesies                  : Phytophthora infestans (Anonim, 2009).
Penyakit busuk  umbi (lodoh) tanaman kentang yang disebabkan oleh serangan jamur patogen ganas Phytophthora infestans merupakan penyakit yang paling penting di antara penyakit dan hama yang menyerang tanaman kentang di Indonesia. Penyakit ini dapat menurunkan produksi kentang hingga 90% dari total produksi kentang dalam waktu yang amat singkat. Penyakit busuk daun dan umbi tanaman kentang merupakan penyakit penting dan endemik di sentra-sentra pertanaman kentang di Provinsi Jawa Tengah (Kabupaten Wonosobo, Temanggung, Banjarnegara dan Magelang). Patogen dapat tersebar sampai ke batang dengan sangat cepat dalam jaringan korteks yang menyebabkan kerusakan sel didalamnya. Selanjutnya, miselium tumbuh diantara isi sel batang, tetapi jarang terdapat dalam jaringan vaskuler.
Arti ekonomi dari penyakit busuk umbi ini pun dapat menghasilkan uang karena ada sebahagian petani yang memanfaatkan penyakit ini untuk membuat pembasmi/pengedalian berupa pestisida yang siap dijual.
Berbagai teknik telah digunakan oleh para peneliti untuk mengkaji keragaman ciri-ciri Phytophthora infestans, baik menggunakan teknik yang konvensional maupun teknik molekuler. Beberapa teknik molekuler yang telah digunakan di antaranya adalah analisis allozyme, uji kepekaan terhadap metalaxyl, dan analisis genomik DNA dari isolate Phytophthora infestans ( Purwanti, 2002).
Ciri yang khas untuk mengenal sebagian besar Phycomycetes ialah miselliumnya yang tidak bersekat-sekat. Warna misellium putih, jika tua mungkin agak coklat kekuning-kuningan; kebanyakan sporangium berwarna kehitam-hitaman (Dwidjoseputro,2005). Hifanya berkembang sempurna. Phytopthora memiliki sporangium yang berbentuk bulat telur. Phytophthora infestans memproduksi spora aseksual yang disebut sporangia. Ini adalah mmsporangia hyalin, berbentuk seperti jeruk nipis, panjang 20-40  (Anonim,2005).
Gambar 1. Morfologi Phytophthora infestans
Pada umumnya, patogen ini berkembangbiak secara aseksual. Cara ini dilakukan tanpa penggabungan sel kelamin betina dan sel kelamin jantan, tetapi dengan pembentukan spora yaitu zoospora yang terdiri dari masa protoplasma yang mempunyai bulu – bulu halus yang bisa bergetar dan disebut cilia, tetapi dapat juga berkembangbiak secara seksual dengan oospora, yaitu penggabugan dari gamet betina besar dan pasif dengan gamet jantan kecil tapi aktif.
 

 


Gambar 2. Daur Hidup Phytophthora infestans
Daur hidup dimulai saat sporangium terbawa oleh angin. Jika jatuh pada setetes air pada tanaman yang rentan, sporangium akan mengeluarkan spora kembara (zoospora), yang seterusnya membentuk pembuluh kecambah yang mengadakan infeksi (Rumahlewang, 2008). Ini terjadi ketika berada dalam kondisi basah dan dingin yang disebut dengan perkecambahan tidak langsung. Spora ini akan berenang sampai menemukan tempat inangnya. Ketika keadaan lebih panas, Phytophthora infestans akan menginfeksi tanaman dengan perkecambahan langsung, yaitu germ tube yang terbentuk dari sporangium akan menembus jaringan inang yang akan membiarkan parasit tersebut untuk memperoleh nutrient dari tubuh inangnya. Sampai sekarang belum diketahui dengan cara bagaimana Phytophthora infestans pada tomat mempertahanakan diri dari musim ke musim. Jamur juga dapat bertahan pada tanaman kentang dan terung yang biasanya terdapat di daerah penanam sayuran pegunungan (Schumann dan D’arcy dalam Benrud, 2000).
Oospora sangat jarang dibentuk, bahkan di Indonesia belum pernah ditemukan (Rumahlewang, 2008), karena jamur ini bersifat heterotalik, artinya perkembangbiakan secara seksual atau pembentukan oospora hanya terjadi apabila terjadi mating (perkawinan silang) antara dua isolat Phytophthora infestans yang mempunyai mating type (tipe perkawinan) berbeda (Purwanti, 2002). Inti sel antheridium dan oogonium akan saling melebur (karyogami) ketika antheridium memasuki oogonium. Mereka akan membentuk oospore diploid, yang mana akan berkembang menjadi sporangium dan daur hidup secara aseksual akan terulan (Benrud, 2007). Berbagai macam kondisi untuk pembentukan oospora telah dianalisis. Di bawah suatu kontrol, oospora C (Govers, - 25diproduksi pada daun kentang pada temperature antara 5 F.,dkk., 2007).dekat dengan 100% kelembaban relatif, Phytophthora menghasilkan jumlah berlimpah sporangia pada permukaan daun (Anonim1, 2005).
Tanaman inang dari P. infestans adalah kentang dan tomat. Phytophthora infestans berasal dari pegunungan Andes sebelah utara, kemudian menyebar ke seluruh Amerika, Eropa, dan seluruh dunia (Pracaya, 2004). Akhir-akhir ini, sebaran populasi Phytophthora infestans yang beragam telah dilaporkan dari berbagai wilayah di Eropa, Amerika Serikat, Amerika Tengah, dan Amerika Selatan, tetapi laporan dari Asia masing sangat terbatas. Di Indonesia, mating type A2 juga telah ditemukan (Nishimura et al., dalam Purwanti, 1998).
Menurut Nishimura et al. dalam Purwanti, 1998), hingga saat ini, di dunia hanya dijumpai dua mating type Phytophthora infestans, yaitu Al dan A2. Mating type Al merupakan mating type yang paling dominan dan tersebar luas di dunia, sedangkan mating type A2 relatif terbatas, terutama dijumpai di Mexico (Nishimura et al., dalam Purwanti, 1998). Keberadaan kedua mating type tersebut telah memberi peluang terjadinya perkawinan silang, sehingga terbentuk oospora yang berakibat munculnya berbagai strain atau ras baru Phytophthora infestans yang sangat beragam ciri-cirinya, terutama virulensinya tanaman inangnya (Romero dan Erwin dalam Purwanti, 1969). Pembentukan ras baru sering terjadi dan dalam waktu yang relatif singkat, sehingga mempersulit upaya pengendalian menggunakan varietas tahan.
           Pembentukan penyakit busuk daun ini bervariasi sesuai kondisi lingkungan. Kelembaban relative, suhu, intensitas cahaya, dan pemeliharaan kentang itu sendiri akan mempengaruhi gejala yang timbul (Anonim, 2005). Daun yang sakit terlihat berbecak – bercak pada ujung dan tepi daunnya dan dapat meluas ke bawah serta mematikan seluruh daun dalam waktu 1 sampai 4 hari; hal ini terjadi jika udara lembab. Bila udara kering jumlah daun yang terserang terbatas, bercak – bercak tetap kecil dan jadi kering dan tidak menular ke daun lainnya (Pracaya, 2004).
           Di lingkungan tropis, tanaman kentang akan terus berkembang, sehingga udara umumnya inokulum memulai awal terjadinya penyakit pada lahan baru. Di daerah dataran rendah, tanah atau sisa – sisa tanaman diperkirakan menjadi tempat yang sesuai bagi pathogen antara musim. Jamur juga akan bertahan hidup dalam umbi yang terinfeksi tetap di tanah dari musim sebelumnya. Benih juga bisa terinfeksi dan menjadi tempat hidup pathogen. Ketika tunas baru dihasilkan dari benih atau umbi tua yang terinfeksi, jamur tersebut akan menginfeksi tunas baru tersebut, kemudian sporulates dari pertumbuhan baru ini serta sporangia akan tersebar di udara atau air (Anonim1, 2005).
Phytophthora infestans dapat menyerang umbi, jika keadaan baik bagi pertumbuhannya pada umbi terjadi bercak yang agak mengendap, berwarna coklat atau hitam ungu, yang masuk sampai 3-6 mm ke dalam umbi. Bagian yang terserang ini tidak menjadi lunak. Bagian yang busuk kering tadi dapat terbatas sebagai bercak-bercak kecil, tetapi dapat juga meliputi suatu bagian yang luas pada satu umbi. Gejala ini dapat tampak pada waktu umbi digali, tetapi sering tampak jelas setelah umbi disimpan (Semangun.2000).
            Gejala awal bercak pada bagian tepi dan ujung kentang, bercak melebar dan terbentuk daerah nekrotik yang berwarna coklat. Bercak dikelilingi oleh massa sporangium yang berwarna putih dengan belakang hijau kelabu. Serangan dapat menyebar ke batang, tangkai dan umbi. Cendawan ini berkembang baik pada musim hujan dengan kelembaban sekitar 20o C.
Pengendalian dengan cara resistensi adalah termasuk semua usaha yang tanaman menjadi imun, tahan atau toleran terhadap serangan patogen. Yang termasuk dalam resistensi adalah proteksi silang, ketahanan terimbas, aktivasi pertahanan tanaman, perbaikan kondisi pertumbuhan tanaman, dan penggunaan varietas tahan. Penggunaan varietas tahan bila varietas tersebut telah tersedia mempunyai beberapa kelebihan, yaitu murah, mudah, aman, dan merupakan salah satu cara pengendalian yang efektif untuk mengendaliakan penyakit tumbuhan. Penggunaan varietas tahan juga dapat mengurangi penggunaan fungisida sehingga mengurangi pencemaran akibat bahan racun tersebut (Latief, 2003).



3.2    Hama Ulat Penggerek Daun/Umbi (Phthorimaea operculella)
Kingdom        : Animalia
Phylum           :
Arthropoda
Class               :
Insecta
Order              :
Lepidoptera
Family            :
Gelechiidae
Genus             :
Phthorimaea
Spesies           : Phthorimaea operculella
Persebaran hama ulat penggerek daun/umbi ini hampir diseluruh wilayah Indonesia baik didataran rendah maupun dataran tinggi karena yang diserang adalah daun dan umbi-umbian. Di dunia hama ini telah masuk di benua Eropa, Asia, Afrika, Amerika Selatan, Amerika Utara dan Oceania.
Petani memanfaatkan hama penggerek daun/umbi ini untuk menambah penghasilannya (Uang) dengan cara membuat alat yang dapat menangkap dan membunuh hama tersebut.

Gambar 3. Morfologi Phthorimaea operculella
Ngengat berwarna coklat kelabu, kecil dan aktif pada malam hari. Pada siang hari ngengat bersembunyi di bawah helaian daun atau pada rak-rak penyimpanan umbi di gudang. Lama hidup ngengat betina berkisar antara 7 - 16 hari, sedangkan lama hidup ngengat jantan berkisar antara 3 - 9 hari.
Telur berukuran kecil, agak lonjong atau berbentuk bulat panjang, diletakkan pada permukaan bawah daun atau pada permukaan umbi yang tersembul di permukaan tanah. Di gudang, telur hampir selalu diletakkan pada permukaan atas umbi di sekitar mata tunas.
Larva berwarna putih sampai kuning, tetapi dapat pula berwarna kehijau-hijauan. Larva memakan daun dengan cara membuat alur-alur pada daun atau membuat lubang dan lorong pada umbi. Panjang larva yang sudah berkembang sempurna sekitar 1 cm. Stadium larva berkisar antara 10 - 16 hari.Pupa terdapat dalam kokon yang tertutup oleh butiran tanah. Di dalam gudang, pupa terdapat pada bagian luar umbi, biasanya pada mata tunas atau pada rak-rak gudang penyimpanan kentang. Lama stadium pupa adalah 6 - 9 hari.
Hama ulat penggerek daun dan umbi kentang yang disebabkan oleh Phthorimaea operculella merupakan salah satu hama penting pada tanaman kentang. Sebab, jika komoditas sayuran ini sampai terserang, maka produksinya akan menurun dan kualitas umbi yang diperolehnya berkurang, apalagi jika serangannya sudah berat, maka umbi kentang yang dihasilkannya akan mengecewakan. Oleh karena itu, hama penggerek daun dan umbi kentang membahayakan komdoitas hortikultura penghasil umbi tersebut.
Hama merupakan serangga berupa ngengat berwarna kelabu kecoklatan. Sayap depan berwarna coklat kelabu dengan sedikit bercak dan berumbai rambut halus, sedangkan sayap belakang berwarna putih kusam. Ukuran serangga sekitar 1,0 – 1,5 mm.
Serangga meletakkan telur pada daun atau di sekitar mata umbi kentang. Larva (ulat) ukurannya ± 10 mm, berwarna putih kekuningan, kepala berwarna coklat tua dan permukaan dorsal berbayangan/nampak hijau terang atau merah muda. Ulat inilah yang akan mernyerang tanaman kentang di lapangan maupun umbi yang sudah ada dalam gudang/penyimpanan. Sedangkan pupa yang terbentuk dari larva itu berwarna kecoklatan dengan ukuran panjang ± 65 mm dan tertutup oleh benang-benang halus menyerupai kepompong.
Jika hama menyerang daun, daun yang terserang nampak berwarna merah tua dan tampak adanya jalinan seperti benang yang membungkus ulat kecil berwarna kelabu. Kadang kala daun kentang yang terserang itu menggulung karena larva merusak permukaan daun sebelah atas , kemudian bersembunyi di dalam gulungan daun tersebut. Larva juga membuat gerekan pada tulang dan tangkai daun yang mengakibatkan hilangnya jaringan daun, matinya titik tumbuh serta lemah an rapuhnya batang. Populasi hama/ulat akan meningkat pada musim kering.
Sedang apabila ulat menyerang umbi, umbi yang ada dalam gudang atau dalam penyimpanan terlihat adanya kotoran berwarna coklat tua pada kulit umbi. Apabila umbi dibelah, maka akan terlihat lubang-lubang atau alur-alur yang dibuat ulat sewaktu ulat tersebut memakan umbi. Umbi kentang seperti ini tentunya kualitasnya berkurang, bahkan bisa tidak laku dijual, Jika pun laku, harganya tentu saja lebih rendah dibanding umbi yang tidak diserang hama.
Hama penggerek daun/umbi tersebut menyebar di daerah sentra produksi kentang, antara lain di Aceh, Sumatera Barat, Jambi, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Sulawesi Utara. Phthorimaea operculella merupakan hama sejenis serangga yang dapat beradaptasi di daerah panas seluruh dunia. Spesies ini tidak berkembang di daerah beriklim dingin dengan suhu rata-rata dibawah 10oC
            Secara umum, siklus hama Phthorimaea operculella terbagi menjadi empat tahap yaitu : telur, larva, pupa dan serangga dewasa. Setiap siklus atau keturunan secara lengkap memakan waktu siklus selama 20 –30 hari (pada suhu 28oC). Dalam setiap tahunnya hama ini bisa menghasilkan 2 hingga 12 generasi
Hubungan antara hama penggerek daun/umbi ini dengan lingkungannya khususnya tanaman yang dibudidayakan adalah sebagai parasitisme. Parasitisme disini adalah hanya ada 1 organisme yang diuntungkan dalam suatu tempat tertentu.
Daun yang terserang terlihat berwarna merah tua dan nampak adanya jalinan seperti benang yang membungkus ulat kecil berwarna kelabu. Kadang-kadang daun kentang menggulung yang disebabkan oleh ulat yang merusak permukaan daun sebelah atas, bersembunyi dalam gulungan daun tersebut.
Gejala serangan pada umbi dapat dilihat dengan adanya kotoran yang berwarna coklat tua pada kulit umbi. Apabila umbi tersebut dibelah akan kelihatan alur-alur yang dibuat oleh ulat sewaktu memakan umbi.
Kerusakan berat pada pertanaman kentang sering terjadi pada musim kemarau. Di dalam gudang penyimpanan, hama tersebut merusak bibit kentang yang disimpan selama 3 - 5 bulan sebelum tanam.
Upaya pengendalian serangan hama penggerek daun dan umbi dapat dilakukan dengan cara :
1. Cara Kultur Teknis
Lakukan pengairan yang cukup untuk mencegah keretakan tanah sehingga ulat tidak menyerang umbi melalui tanah yang retak tersebut . Setelah itu dilakukan pembumbunan untuk menutup umbi sehingga tidak tererang ulat tersebut. Dapat juga dengan mempertinggi guludan sehingga umbi tidak muncul ke permukaan tanah. Sebab, umbi yang muncul ke permukaan tanah akan mudah diserang hama tersebut.
Pengairan yang cukup harus diperhatikan. Dengan pengairan yang cukup ini, selain untuk mencegah keretakan tanah, juga karena tanaman kentang sangat peka terhadap kekurangan air, terutama selama periode pembentukan umbi. Oleh karena itu, pengairan harus dilakukan secara rutin dalam jumlah yang cukup (tanah menjadi lembab) dengan selang waktu 7 hari sekali.
Pada saat tanaman berumur 25 – 30 hari setelah tanam dilakukan pembumbunan I, sedang pembumbunan II pada saat tanaman berumur 35 – 40 hari setelah tanam
Sebaiknya penanaman kentang dilakukan pada musim hujan. Hal ini untuk mencegah retaknya tanah dimana tanah yang retak itu merupakan jalan masuknya ulat ke dalam umbi kentang.
2. Cara Mekanis
Daun-daun yang terserang hama dipotong, dikumpulkan kemudian dimusnahkan dengan cara dibakar sehingga daun yang sudah terserang hama tersebut tidak menjadi sumber penyebaran hama. Usahakan pertanaman kentang selalu dalam keadaan bersih sehingga hama tidak mudah berkembangbiak. Untuk itu, segala gulma dan kotoran yang ada di pertanaman kentang dibuang atau dibersihkan.
3. Cara Alami atau  Biologi
Cara ini dilakukan untuk mengendalikan umbi kentang yang sudah ada dalam gudang penyimpanan. Caranya, Rak-rak penyimpanan umbi, baik pada umbi yang digunakan untuk benih maupun untuk konsumsi.
Olah tanah yang bagus dengan memakai Pupuk Organik NASA yang berupa super nasa di campurkan pupuk kimia yang biasa di pakai. pupuk kimia bisa di kurangi 30 % dari anjuran dinas pertanian setempat.
Pemakaian Agensi hayati nasa yang berupa pestisida alami yaitu Natural GLIO yang sudah di fermentasikan dengan pupuk kandang selama 2 minggu,cara fermentasinya 1 kotak Natural Glio di campurkan dengan 50 Kg pupuk kandang. Lalu masukkan ke lubang tanam sebelum bibit kentang di tanamkan.
4. Cara Kimiawi
Apabila serangan hama sudah mencapai ambang batas pengendalian dan dengan metode di atas sudah tidak mampu boleh  dikendalikan dengan menggunakan insektisida yang sudah diizinkan oleh pemerintah yang khusus untuk mengendalikan penggerek daun dan umbi kentang tersebut. Jika belum paham mengenai jenis dan cara penggunaan insektisida untuk mengendalikan hama ini bisa ditanyakan kepada Penyuluh Pertanian atau petugas pertanian setempat. Sebab, jika salah penggunaannya akan membayakan lingkungan, bahkan membahayakan bagi orang yang melakukan pengendalian dengan insektisida tersebut.


BAB IV

PENUTUP
1.      Praktek lapang terpadu ini adalah syarat untuk memenuhi mata kuliah Organisme Pengganggu Tanaman (OPT)  yang dilaksanakan pada tanggal 26-28 Desember 2014, di Kelurahan Pattapang, Kecamatan Tinggi Moncong, Kabupaten Gowa, Provinsi Sulawesi selatan
2.      Berbicara masalah budidaya tanaman tidak terlepas dari OPT seperti hama, penyakit, gulma dan nematoda.
3.      Sebaiknya OPT perlu dibasmi/dikendalikan dengan cara penggunaan bahan-bahan yang rama lingkungan yaitu penggunaan pupuk organik dan pestisida nabati karena banyak dampak negatif  yang ditimbulkan dari penggunaan pupuk dan pestisida kimia
4.      Dengan adanya praktek lapang terpadu ini kiranya dapat menjalin hubungan timbal balik atau kerja sama antara mahasiswa Universitas Muhammadiyah Parepare dengan petani setempat.
1.      Sebelum melakukan praktek dihimbau agar mahasiswa mempersiapakan diri dan mental.
2.      Alat tulis menulis jangan lupa disiapkan pada saat praktek.
3.      Jangan membawa barang atau peralatan yang tidak ada sangku pautnya dengan praktek misalnya pacar, anak dll.
4.      Usahakan jangan berbicara yang tidak pelu karena dapat membuat orang atau petani setempat tersinggung.
5.      Kritik dan saran dari pembaca tetap kami terima untuk masukan yang membangun laporan dan diri pribadi saya sendiri.


DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2008. Hama dan Penyakit Tumbuhan. http://en.fokus.com/d/hama-dan-penyakit-pada-tanaman.htm. diaskes pada tanggal 04 Mei 2011.

Agrios, G.N.   1996. Ilmu Penyakit Tumbuhan (Terjemahan Munzir Busnia). Gadjah Mada University Press.

Chee SS, Zawiah H, Ismail MN, Ng KK. Antropometry, dietary patterns and nutrient intakes of Malaysian estate workers. Mal J Nutr 1996

Cook, R. J. and K. F. baker. 1983. The Nature and Practice of Biological Control of plant pathogens. The American Phytopathological society. St. paul, Minnesota. 539 hal.

Evan, H.C. & C. Priori (1987). Cocoa Pod Diseases. Causal Agents and Control. Outlock on Agricul., 16,35-41.

Semangun, H. 1996. Ilmu Penykit Tumbuhan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Semangun, H. 1991. Penyakit-Penyakit Tanaman Pangan Penting di Indonesia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 529 – 535.

Susniahti, N., Sumeno, H., Sudarjat. 2005. Bahan Ajar Ilmu Hama Tumbuhan. Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan Faperta Unpad: Bandung

Wardojo, S. 1992. Major pest and diseases managemen in southeast Asia and Australia.FAO of the United Natios. Roma. (112) 63-67
http://anafzhu.blogspot.com/2009/06/hawar-umbi-phytophthora-infestans.html

                                                                         LAMPIRAN

 
 Gambar 1. berpoto dengan petani setempat
 Gambar 2. Tanaman kubis

Gambar 3. Tumpangsari tanaman bawang perai dan kubis

Gambar 4.Mewawancarai peteni setempat di lahan wortel

Gambar 5. Tanaman Wortel

Gambar 6. Kentang
Gambar 7.Hama ulat penggerek daun/umbi (Phthorimaea operculella) pada tanaman

                       kentang.


  
Gambar 8. Penyakit busuk umbi (Phytophthora infestans) pada tanaman kentang (Solanum tuberosum L).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar